Excellency and Distingcy Pester DUA, Prophetic Enterpreneur Education

  • Artikel

Belajar Tasawuf dengan Bahasa Milenial

    769 Kali dibaca.  Author.   2020-04-06.   10:20

Belajar Tasawuf dengan Bahasa Milenial

Oleh: Kharisuddin Aqib

A. Pengantar
Tahun 2000-an adalah era milenium ketiga. Era ini didominasi oleh menguatnya peran dan fungsi teknologi informasi, serta filsafat informatika. Sehingga informasi dan ilmu pengetahuan membanjiri semua daratan, lautan dan dirgantara. Dengan informasi antara 'barat' dan 'timur' telah menjadi satu. Dan dengan informasi dunia dan akhirat menjadi satu, serta dengan informasi pula jasmani dan rohani kini telah menjadi satu. Dan informasi itulah ilmu. Sehingga terbuktilah sabda Sang Nabi;
"Man arodad dun ya, fa'alaihi bil 'ilmi, wa aroodal akhiroh fa'alaihi bil'ilmi, wa man aroda Huma fa'alaihi bil'ilmi". Dan teknologi informasi adalah teknologi untuk mendapatkan, mengembangkan dan menyebarkan ilmu tersebut. Termasuk di dalamnya adalah ilmu keruhanian dalam Islam (TASAWUF).
Di era milenium ketiga ini barat telah mendapatkan hidayah Allah SWT. Bahkan 'matahari' telah terbit dari barat. Sehingga di era ini kebenaran risalah (surat) yang dibawa oleh para rasul menjadi tampak begitu jelas. Ilmu para nabi seakan - akan bisa kita dapatkan dan kita nikmati. Termasuk di dalamnya ilmu lempit bumi dan lorong waktu (eskatologi).
Ilmu yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada Nabi Adam as masih tersimpan di Baitul Izzah (rumah data), di langit dunia di atas planet bumi. Tekhnologi informasi milinial adalah 'qalam' untuk menuliskan, menggambarkan dan merealisasikan ilmu Allah yang telah diturunkan di alam semesta ini. Yang berupa ilmu dhohir (eksoterik), syariat dan pengetahuan alam semesta. Sedangkan hakekatnya ilmu (bukan tentang ilmu hakekat) atau ilmu keruhanian, atau ilmu tasawuf, sistem transmisinya tetap menggunakan teknologi informasi kenabian, dan tidak bisa diperoleh dengan tekhnologi informatika Milenial. Tetapi keduanya ada kesamaan cara kerja. Sehingga dapat dikatakan, bahwa teknologi informasi Milenial adalah bayangan atau gambaran teknologi informasi kenabian.
Dan tulisan saya ini,  in syaa'a Allah akan menjelaskan tentang  ilmu tasawuf dengan bahasa atau pendekatan ilmu informatika, sehingga tulisan saya ini bisa dikatakan sebagai Ilmu Mustiko- Informatika.

B. Istilah Praktis dan Pengertiannya.
Teknologi informasi, serta filsafat informatika. Sehingga informasi dan ilmu pengetahuan membanjiri semua daratan, lautan dan dirgantara. Dengan informasi antara 'barat' dan 'timur' telah menjadi satu. Dan dengan informasi dunia dan akhirat menjadi satu, serta dengan informasi pula jasmani dan rohani kini telah menjadi satu. Dan informasi itulah ilmu. Sehingga terbuktilah sabda Sang Nabi;

Organ Komputer dan Organ Manusia.
a. Fisik Jasmaniah.
  •  Cessing = pakaian pembungkus dan penghias diri manusia.
  •  Hardware = perangkat keras atau fisikal manusia, seperti otak, kepala, dada,  badan dll.
  •  Des box = kepala, sebagai wadah perangkat keras yang utama.
  •  Prosesor = otak sebagai pemrosesan data pengetahuan dan ketrampilan.
  • Hardisk/SSD = sama juga terletak di otak tapi berfungsi sebagai memori penyimpanan data ingatkan manusia.
  • Desktop = dada sebagai tempat layar tampilan menu, aplikasi,  karakter, Nafs, qalb, ruh dll. Juga kondisi psikologis.
  • Antena dan alat sensor = peralatan panca indera (mata, telinga, lidah, kulit, dan hidung).
  • Alat sistem energi = sistem pencernaan makanan, peredaran darah, dan pernafasan. Juga hormonal.
b. Perangkat non Fisik dan Ruhaniah.
  • Software = perangkat lunak, atau organ kerohanian, seperti nafs, qalb, ruh dll.
  • Soft being = wujud lembut, atau ruh yang belum bersama dengan jasad.
  • Soft system' = sistem kerja keruhanian menyeluruh di dalam tubuh, atau jiwa atau nafs.
  • Software Aqal = aplikasi kesadaran indrawi neorologis.
  • Software Nafs = .aplikasi keruhanian untuk kesadaran intelektual indrawi, atau disebut Lathifatun nafsu.
  • S.Qalbi = aplikasi sistem kesadaran emosional paling luar, atau disebut Lathifatul qalbi.
  • Software Ruhi = sistem aplikasi kesadaran emosional tingkat dua yang bersifat intuitif, biasa disebut Lathifatur ruhi.
  • Software Sirri = aplikasi sistem kesadaran spiritual tingkat dasar, yang biasa disebut Lathifatus Sirri.
  • Software khofi = sistem kesadaran spiritual tingkat dua, yang biasa disebut Lathifatul khofi.
  • Software Akhfa = aplikasi sistem kesadaran spiritual tingkat tinggi, biasa disebut Lathifatul Akhfa.
  • Softwer Qalab = aplikasi sistem kesadaran menyeluruh (fisikal, intelektual, emosional dan spiritual) sekaligus. Kesadaran ini terkonsentrasi pada otak tengah  (messen cefalon) manusia. Dengan wilayah luar ubun-ubun kepala.
C. Memahami Sistem Tranmisi Keilmuan.
Dalam kajian ini (Mustiko Informatika), keilmuan semuanya berasal dari Allah yang maha berilmu (Al 'Alim). Dia memancarkan ilmu-Nya dengan cara emanasi (pancaran), seperti matahari memancarkan sinarnya atau atau lampu memancarkan cahayanya, atau seperti pemancar TV, radio, maupun satelit dan provider memancarkan sinyalnya.
Allah, sebagai Al Khaliq (Sang pencipta), menciptakan media informasi dan komunikasi untuk semua makhluk atau ciptaannya, berupa alam semesta, berupa taburan dzarrah (partikel cahaya) di seluruh wilayah kekuasaan-Nya (dairotul imkan).
Allah sebagai Al Mudabbir (desainer) memprogram sistem informasi dan komunikasi. Allah sebagai Al Badi' menghiasi seluruh perangkat alat komunikasi dan informasi dengan sangat indah dan menakjubkan. Allah sebagai Al Kalim mengkomunikasikan informasi dan ilmu, khususnya kepada Sang khalifah (wakil-Nya) di alam semesta, Yakni manusia. Yang merupakan profil figur 'sempurna' sebagai gambaran DIA yang Maha Kuasa. Karena memang manusia diciptakan sebagai gambaran Al-Rahman.
Pancaran ilmu, energi, dan daya Allah (Al Faydl Al Robbani), melalui dzarrah yang ditransformasikan sebuah energi hidup (bio energy), supra sonik dengan gelombang cahaya super pendek yang sebut malak atau malaikat, yang bersifat spesifik dan profesional dalam tugas dan fungsinya. Mereka para malaikat  sebagai utusan Allah di alam metafisika (alam ghaib), sebagai mana Rasul adalah utusan Allah di alam dunia fisik (alam syahadah).
Al Faydl Al Robbani ditransformasikan oleh malaikat secara profesional kepada makhluk-Nya yang support sesuai dengan jenis Faydl dan kesesuaian kebutuhan sang makhluk. Dan manusia adalah makhluk yang memiliki antena  tertinggi ('aql) dalam menerima Faydl Robbani yang berupa ilmu. Manusia juga telah dilengkapi oleh Allah SWT hardware keilmuan yang disebut otak dengan lebih satu triliun jaringan seluler biologis. Aktifasi otak manusia, khususnya otak tengah, akan memancarkan sinyal-sinyal biologis sehingga bisa menerima sinyal Faydl Robbani, khususnya yang berupa ilmu dan intuisi (Ilham atau Wahyu). Dengan tafakur (berfikir yang mendalam) dan tadzakur (mengheningkan Sang Pencipta yang mendalam), sinyal kerohaniannya akan memancar keluar terkoneksi dengan Faydl Robbani.

E. Manusia - manusia ber 'anten' Spiritual.
Orang-orang yang memiliki sinyal yang aktif pada hakikatnya adalah seorang yang yang memiliki antena spiritual (lubbun, jamaknya albaab). Mereka para pemilik lubbun (Ulul Albab) adalah orang-orang yang memiliki antena spiritual yang aktif. Mereka adalah terdiri dari para nabi, wali (Filosof maupun Sufi), atau para mistikus dan ahli kebatinan.
Mereka mendapatkan ilmu pengetahuan dengan cara hudluri (menghadirkan ilmu pengetahuan) kepada sinyal yang dipancarkan oleh lubbun (antena spiritual) dari dalam aplikasi keruhanian software ruh (Lathifatur ruhi). Dengan mengheningkan cipta, menyedikitkan makan dan tidur, antena spiritual akan aktif dan menguat. Sehingga sinyalnya akan tersambung dengan sinyal akal ke sepuluh (malaikat Jibril). Berbeda dengan manusia biasa penduduk bumi. Mereka mendapatkan ilmu pengetahuan dengan mempergunakan panca indera dan akal intelektual, serta emosionalnya.
Sehingga ilmunya disebut ilmu kasbi (usaha fisikal). Sedangkan ilmu pengetahuan yang didapatkan dengan cara hudluri (spiritual), adalah ilmu hikmah (ilmu hakekat atau ilmu filsafat). Sebuah pengetahuan konklusif (induk dan inti pengetahuan) yang dapat diuraikan dengan panjang lebar dengan referensi dan dalil fenomena alam semesta.

Bagi para Nabi kelas tertinggi (Rasulullah yang Ulul Azmi), maka pengetahuan yang didapatkan bisa jadi sangat detail, riil dan alamiah. Ada yang bersifat seperti video, audio, dan gambar atau bayangan dan cahaya simbolik dan mereka Faham di dalam hatinya. Tetapi kebanyakan yang didapatkan oleh para waliyullah biasa adalah bahasa Ruhani yang berupa intuisi (Ilham)  didapatkan melalui mimpi di waktu tidur. Dan impian yang dialami oleh orang yang sholih adalah bagian dari 60 macam jenis Wahyu kenabian.


F. Istilah-istilah Praktis Sufistik Informatikal.
Ada tiga metode agar seorang manusia bisa sambung (wushul atau terkoneksi) dengan Allah SWT,  Yaitu; metode takhalli, tahalli dan tajalli.
1. Takhalli atau mengosongkan diri atau membersihkan diri (tazkiyatun nafsi atau self scanning), yaitu menghilangkan sifat, perasaan, keinginan dan bahkan pikiran, yang buruk menurut ajaran agama Islam. Baik yang bersifat permanen maupun yang lintasan pikiran saja. Dengan cara menyedikitkan makan, minum dan tidur atau perbuatan lain yang bisa meningkatkan dorongan syahwat (keinginan) dan ghodhob (emosi).
Atau kegiatan konsentrasi khusus meniadakan ingatan dengan dunia (semua hal yang selain Allah).
Kegiatan ini akan berdampak pada bersihnya kabel ruhaniah kita, sehingga koneksi dengan Allah akan menjadi semakin jernih dan cepat. Proses Takhliyah atau self scanning terhadap kabel ruhaniah yang terbungkus di dalam badan jasmani kita. Lapisan kabel ruhaniah ini harus dibersihkan terlebih dahulu dari isolator yang menjadi pembungkus nya. Mulai lapisan paling luar (material najis dan hukum najis, hadats,  dosa-dosa, dan penyakit ruhaniah). Proses riil self scanning yang paling efektif adalah dengan dzikrullah, khususnya dzikir Sirri atau dzikir khafi yang difokuskan pada tombol aplikasi ruhaniah tertentu.

2. Tahalli atau menghiasi diri dengan akhlak dan atau amaliah yang utama  yang disunnahkan oleh Rasulullah.
Tahalli adalah sebuah metode untuk bisa wushul atau connecting dengan Allah SWT. Tahalli atau menghiasi diri dengan akhlak dan atau amaliah yang utama lagi mulia. Maksudnya seorang salik atau murid (orang yang ingin mendekatkan diri atau menemui Allah), dengan memfokuskan diri dan mengistikomah diri untuk berakhlak dan beramal shaleh, khususnya Amaliah yang telah menjadi Sunnah Rasulullah Saw. Dengan metode tahalli keburukannya juga akan hilangnya, sehingga dia akan dekat dengan Allah dan dicintai oleh Allah, Rasulullah dan juga orang-orang yang shaleh yang ada di sekitarnya. Dengan beramal dan berakhlak mulia secara istiqamah, seorang salik (seorang yang berjalan menuju Allah), akan bersinergi, terkoneksi  dengan Allah yang maha suci dan maha baik. Misalnya, selalu menjaga kesucian diri (daimul wudlu'), selalu sholat Sunnah, selalu qiyamullail dll.

3. Tajalli, memperjelas diri dengan akhlak Rabbani (akhlak ketuhanan). Tajalli sebenarnya lebih tepat jika anggap sebagai hasil, bukan metode. Yakni, jika seseorang telah menerapkan takhalli dan tahalli, pasti akan tajalli (dia akan berkarakter seperti karakter Allah, seperti arrahman (pengasih), arrahiim (penyayang), Al quds (suci), dll.  Juga dia akan sangat faham akan sifat-sifat dan karakter Allah yang terpancarkan di alam semesta.
Tetapi tajalli juga dapat digunakan sebagai metode, yaitu usaha maksimal untuk berakhlak mulia secara istiqamah meniru akhlaknya Allah dan rasul-Nya. Dengan demikian seseorang akan bisa merasakan kebersamaannya dengan Allah SWT. Juga menjadi bayangan atau cerminan Allah SWT.

G. Cara Belajar Tasawuf dalam Tradisi Para Sufi.
Ilmu tasawuf atau tasawuf sebagai ilmu adalah dalam kategori ilmu praktis artistik (seni) dengan standar rasa (dzauq), bukan praktis scaintifik (ilmiah) dengan standar rasio. Oleh karena itu ilmu tasawuf memiliki paradigma dan tehnik tersendiri dalam tatacara untuk menguasainya. Sebagai mana halnya ilmu kesenian, seperti seni musik, seni lukis dan seni sastra.
Secara tradisional (Sunnah Rasulullah dan para salafus sholih) adalah sebagai berikut:

1. Mencari guru pembimbing (Mursyid).
Berusaha keras dan berdoa (memohon kepada Allah SWT), untuk mendapatkan guru pembimbing. Seseorang yang dapat menuntunnya berjalan di jalan Allah dan menuju kepada-Nya. Sebagai mana para sahabat mencari Rasulullah. Tanpa guru pembimbing sangat dikawatirkan dibimbing oleh hawa nafsu dan setan laknatullaah.
Guru pembimbing (Mursyid), adalah manusia hidup, yang mendapatkan hak dan mandat dari Mursyid sebelumnya untuk menjadi Mursyid.
Guru Mursyid bagi para murid ibaratnya seperti repiter (pemancar ulang), sehingga seorang murid mendapatkan sinyal kuat untuk berkomunikasi dengan Allah SWT. Juga bisa diibaratkan sebagai stop kontak yang menjadi colokan listrik, untuk charging untuk mengisi baterai ruhaniahnya. Mursyid juga bisa diibaratkan sebagai imam sholat bagi makmumnya.

2. Berbai'at di hadapan Guru Mursyid.
Setelah menemukan guru pembimbing (Mursyid), dengan kreteria umum yang disepakati, memiliki silsilah yang bersambung sampai dengan Rasulullah sebagai Mursyid dan ajarannya tidak bertentangan dengan syariat dan Sunnah Rasulullah. Juga kemantapan pribadi, karena akhlak dan keilmuannya, selanjutnya seorang murid berjanji setia (bai'at) sebagai murid.  Setia untuk ta'at dan setia untuk istiqamah mengamalkan ajarannya. Berbai'at tidak semua secara sharih (jelas dengan kata-kata), seringkali kehadiran di hadapan Guru untuk minta diajari dzikir atau ilmu tasawuf, berarti sudah dianggap bai'at, sehingga diajari dzikrullah. Bai'at ini sangat penting dan menentukan kesuksesan seseorang dalam meniti jalan kehidupan spiritual seseorang, khususnya kenaikan tingkat maqomatnya (kedudukan spiritual).
Dengan berbai'at seorang telah mengikatkan jiwa atau ruhani kepada jiwa dan Ruhani gurunya. Dia akan berjalan dengan naik dan turun dalam perjalanan Ruhani bersama dengan guru nya. Tanpa bai'at maka tidak ada pertalian resmi diantara keduanya. Sehingga kemungkinan sangat kecil akan terjadi sebuah perjalanan ruhani, juga perubahan Kwalitas akhlak dan keruhaniannya.

3. Menerima pengajaran dari Guru Mursyid.
Langkah ketiga dari belajar tasawuf menurut tradisi para sufi adalah menerima pengajaran dari guru mursyid (talqin). Dalam tradisi Jawa disebut "diwejangan".
Pengajaran guru mursyid (talqin dzikir),  sangat penting bagi seorang murid. Karena talqin atau pengajaran oleh mursyid dapat  dianalogikan sebagai proses install aplikasi dzikir. Dengan talqinnya mursyid, seorang murid bisa berdzikir secara istiqamah. Talqin dzikir secara tradisional ibarat penyulutan api pada sumbu lampu hati kita oleh seseorang yang telah membawa api suci dari Rasulullah.
Seorang murid harus membuka pintu hatinya untuk menerima pengajaran dari guru mursyidnya, dengan senang hati, cinta kasih dan penuh harap. Bahkan berkeyakinan positif, bahwa tanpa pengajaran dan bimbingan dari guru mursyidnya, dia tidak akan sampai kepada Allah. Talqin juga berfungsi sebagai pembersih kotoran jiwa yang paling keras, juga sebagai pencabut akar akhlak buruk dan penanaman bijih kalimat thoyyibah yang tentunya akan menumbuhkan pohon akhlak  yang terpuji.
Proses talqin ini harus difoto dan diabadikan di dalam hati atau ingatan seorang murid. Karena foto  guru pembimbing di dalam batin seorang murid adalah ruhaniahnya guru itu sendiri. Sehingga mengingat nya  berarti adalah menyambungnya.
Tanpa talqin dari sang mursyid seorang murid tidak memiliki bijih kalimat thoyyibah yang bisa menumbuhkan pohon akhlak mulia. Atau seperti orang yang lampu hatinya tidak menyali. Atau seperti orang yang mau membuka hp tetapi tidak mempunyai pass word atau kode pembukanya.

4. Mengamalkan dan mushohabah dengan Guru Mursyid.
Langkah selanjutnya metode belajar tasawuf dalam tradisi para sufi adalah mengamalkan ajaran dan mushohabah dengan Guru Mursyidnya. Artinya, seorang murid yang telah diberikan pengajaran atau wejangan atau talqin, selanjutnya harus mengamalkan ajaran mursyidnya dengan yakin, penuh harap dan istiqamah.
a. Mengamalkan ilmu wejangan dan talqin dari guru mursyidnya.
Pengamalan ilmu harus sesuai dengan pengajaran dari sang mursyid, persis. Tanpa perubahan dan tafsir sama sekali. Dengan dasar mahabbah (cinta) dan husnudhon (prasangka baik), atas kesempurnaan sang guru. Di samping itu, pengamalan ajaran diperjuangkan untuk bisa istiqamah (komitmen dan konsisten). Presisi dan keistiqomahan dalam pengamalan ajaran sang guru oleh seorang murid akan sangat menentukan keberhasilan seseorang mencapai target pendidikan. Yakni terjadinya perubahan karakter (akhlak) seseorang. Dari akhlak yang tercela (madzmumah) berubah menjadi akhlak yang terpuji (mahmudah). Dengan sistem gradual (bertahap), dari maqab ke maqom yang lebih tinggi, sehingga sempurna sebagai gambaran Al Rohman (shuroti Ar Rahman). Sehingga menjadi bahagia yang hakiki. Jasmani dan rohani, dunia dan akhirat.
b. Mushohabah dengan Guru Mursyid.
Murid yang Shodiq (bener), akan mengikuti tradisi para sahabat Rasulullah Saw. Yakni menemani Rasulullah di dalam suka dan dukanya kanjeng rasul. Karena Rasulullah adalah bapak ruhaninya, atau stop kontak tempat nge-charge energi batinnya, atau WiFi dan repiter untuk mendapatkan sinyal ketuhanan yang akan menyambungkan  ruhaninya dengan yang maha kuasa.
Berdasarkan intensitas hubungan para sahabat dengan Rasulullah, dapat dikelompokkan menjadi empat, kelas, yaitu ; kelas, a, b, c, dan d.
Kelas a, para sahabat yang menemani Nabi Full Time, bahkan mereka tinggal di serambi masjid Rasulullah, mereka adalah ahlus suffah.
Kelas b, adalah para sahabat yang selalu menemani sang Rasul setiap pengajian dan jama'ah sholat lima waktu. Mereka berangkat dari rumah masing-masing.
Kelas c, adalah para sahabat yang menemani sang Rasul ketika beliau dalam kerepotan atau kegiatan perjuangan tertentu saja.
Kelas d, para sahabat yang menemani sang Rasul hanya pada kegiatan rutin tertentu, mingguan, bulanan atau tahunan.  Bahkan ada yang hanya sekali saja bertemu dengan beliau selama hidupnya. Bagi murid yang Shodiq guru pembimbingnya adalah WiFi dan tipiter  kepanjangan jaringan seluler (silsilah ruhaniah) dari Rasulullah Saw. Sehingga sang murid selalu berusaha untuk mendekatkan diri dan bersama-sama dengan sang mursyid.  Agar kedekatan dan kebersamaan murid terhadap sang guru memberi manfaat yang besar bagi murid (mendapatkan barokah), yang berupa pancaran cahaya ilahi, maka sang murid harus selalu menjaga adab yang baik, sebagai mana para sahabat beradab kepada Rasulullah. Yang secara garis besar adalah hurmat (memuliakan),  ta'dhim (mengagungkan), dan khidmat (melayani), terhadap sang guru dan apa saja yang terkait dengannya. Keluarga, harta benda dan juga kehormatannya. Dengan penuh rasa cinta.

5. Keutamaan Belajar Tasawuf versi Para Sufi. 
Belajar ilmu tasawuf dengan metode para sufi, sebagai pelestarian tradisi para sahabat, memiliki manfaat yang besar dan pengaruh yang luar biasa. Dan berbeda dengan belajar dengan metode para ilmuwan atau ulama' yang lain, (metode mengisi dan mengasah kecerdasan intelektual (kognitif). Dengan metode belajar seperti itu, seseorang akan menjadi 'alim (berpengetahuan luas), tetapi tidak bisa menjadi pengamal dan penghayat atas ajaran tasawuf, serta tidak akan bisa merubah karakter atau akhlak seseorang.
Sebaliknya, dengan metode belajar para sufi, seorang murid akan mengalami proses perubahan karakter yang sangat ekstrim dengan cara bertahap. Serta akan mendapatkan kebahagiaan yang hakiki, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat sekaligus. Material fisikal dan spiritual ruhaniah.
Dengan belajar mengikuti metode para seorang murid akan mengalami, pengalaman spiritual, perubahan karakter, dan kepuasan hakiki.
a. Pengalaman spiritual. Murid yang istiqamah dalam melakukan hal-hal yang diajarkan sang guru mursyid, akan mengalami pengalaman spiritual, berupa nikmatnya ibadah, berita dan bimbingan, serta petunjuk Allah melalui mimpi-mimpi maupun isyarat dhohir dari fenomena alam sekitar.
b. Perubahan karakter
Dengan belajar tasawuf metode para sufi akan terjadi proses tazkiyatun nafsi (pembersihan jiwa), proses taroqqi (meningkatnya kwalitas akhlak) dan transferensi (duplikasi  akhlak guru dalam diri murid). Ketika terjadi proses tazkiyatun nafsi, secara berangsur-angsur sifat-sifat buruk akan menghilang dan sifat-sifat baik akan muncul sebagai cerminan dari asma-asma Allah yang indah (Al Asma'Al Husna), berangsur-angsur menjadi jelas tampak dalam diri dan kepribadiannya.
Dari proses tazkiyatun nafsi, sampai terbentuk sebuah karakter yang jelas sebagai petunjuk posisi dirinya di hadapan Allah SWT, yang biasa disebut Maqam. Beberapa maqam yang mesti dilalui oleh seorang murid (maqamat), baik maqam kehambaan (taubat, Zuhud, wara' dll), maupun maqam kekhalifahan ('abdur Rohman, 'abdur Rohim, Abdus salam dst).  secara tertahap akan dimiliki oleh seorang murid yang istiqamah dalam SULUK nya sehingga mencapai kesempurnaan karakter yang mulia sehingga menjadi pribadi yang sempurna (insan Kamil), sebagai mana manusia Rasulullah Saw, Sang Manusia sempurna (Al Insan Al Kamil).

H.  Suluk, Maqamat dan Ahwal.

Suluk sebagai konsep dalam ilmu tasawuf adalah sebuah proses sekaligus sebuah sistem pendidikan keruhanian kaum sufi.
Yang artinya perjalanan serius menuju Allah SWT, dengan Istiqamah menjalani ajaran, wejangan dan talqin guru Mursyid, inilah pengertian umum Suluk.
Tetapi suluk juga sering diartikan sebagai kholwat (menyepi) di pesantren sang mursyid, melakukan ibadah secara intensif dalam beberapa hari dalam bimbingan langsung sang guru. Inilah pengertian Suluk secara khusus.
Di dalam program Suluk, baik dalam pengertian umum maupun khusus, Suluk memiliki empat komponen, Yaitu:  Salik (murid), mursyid (guru pembimbing), Amaliah (pengamalan pelajaran dan ajaran), Adab (tata Krama dan aturan dalam kegiatan Suluk). Keberhasilan dalam SULUK sangat terpengaruhi oleh komitmen,  konsistensi dan adab (sikap mental positif seorang murid terhadap sang guru).
Selama dalam proses Suluk, seorang salik harus selalu Mushohabah dengan guru pembimbingnya; menemani, mentaati, menghormati dan mengistimewakan sang guru. Sedangkan sang guru hendaknya selalu menyayangi, membimbing dan mendoakannya.  Doa, restu dan ridho sang guru adalah kabel penghantar turunnya faidl Robbani ke dalam hati seorang murid sehingga murid bisa wushul kepada Allah.
MAQAMAT, atau posisi - posisi seorang hamba Allah di hadapan Tuhannya, adalah terwujudkan dalam bentuk akhlak atau karakter permanen yang terbentuk dari istiqamah seorang salik dalam SULUK nya. Karena efek dzikrullah yang sungguh-sungguh dan intensif, maka jiwa bergetar, cair dan berubah wujud sedikit demi sedikit, sehingga terjadi perasaan tertentu (Ahwal), seperti; khauf (takut), roja' (penuh harap), damai, rindu dll. Sehingga terbentuk akhlak yang permanen, seperti; taubat (kembali kepada Allah), Zuhud (tidak terkesan dengan materi), waro' (berhati-hati) dalam kehidupan, sabar (tahan dan setia terhadap hambatan dan rintangan), Syukur (berterimakasih kepada Allah) dll.
Di samping berbentuk akhlak atau karakter kehambaan tersebut, maqamat juga ada yang karakter yang bersifat ilahiah, karena manusia sebagai khalifatullah fiddunya (Wakil Allah di dunia). Maqamat pada sisi ini adalah karakter cerminan dari asma-asma Allah yang indah (Al Asma' al Husna), seperti; Abdurrahman, Abdurrahim, Abdul Malik dan Abdul Qudus.
Baik maqam kehambaan maupun maqam kekhalifahan, keduanya, keduanya sama-sama perbuatan atau sikap mental yang telah terasakan mudah, ringan dan bahkan menyenangkan. Karena maqamat berarti memang posisi dan karakter dirinya, bukan perbuatan yang diusahakan dan diperjuangkan. Sehingga beda antara bersabar dengan maqam sabar, bersyukur dengan maqam syukur. Dan sebagainya.
Sedangkan Ahwal (beberapa kondisi) adalah suasana hati seorang Salik (orang yang lagi Suluk), seperti; khauf (takut,  khawatir dan pesimis terhadap respon Allah) atas keberadaan diri dan ibadahnya. Roja' (penuh harap, mantap dan optimistis), terhadap respon Allah atas keberadaan diri dan amal ibadah. Syauq (rindu), untuk bertemu, bermunajat dan beribadah kepada Allah. Isyq, uns dan lain sebagainya.

I.  Ikhtitam (penutup).
Belajar tasawuf, baik ilmu, filsafat, seni dan Amalia pada dasarnya adalah sama saja, yakni dengan cara langsung atau praktek, sebagai mana tradisi para sufi. Baik di era klasik, modern maupun milenial, materi kajian tasawuf adalah sama saja juga,  yang beda adalah bahasa dan filsafat serta dalil-dalil rasionalnya (berbeda-beda). Era Milenial ini tasawuf mendapatkan dalil dan landasan filosofis informatika. Ilmu dan teknologi informasi di era digital pada milenium ketiga ini merupakan perwujudan integrasi antara peradaban barat dan timur. Peradaban barat telah mampu melesaikan dan menggabungkan antara soft material (materi lembut) dan hard material (materi keras) menjadi dua buah perangkat yang bersinergi (software dan hardware) menjadi sebuah teknologi canggih yang disebut komputer. Tekhnologi ini telah mewujudkan 'manusia buatan' dengan cara pandang peradaban timur, yakni manusia yang terdiri dari ruh dan jasad. Ruh sebagai software, dan jasad sebagai hardware.
Ilmu tasawuf adalah ilmu untuk perawatan software manusia yang disebut ruh atau nafs atau jiwa itu.
Ilmu tasawuf yang dimiliki oleh penulis adalah anugerah Allah SWT yang diberikan kepadanya melalui para guru mursyidnya, khususnya Syekh KH. Zamroji Saerozi dan Syekh KH. Muhammad Luthfil Hakim Muslih. Beliau berdua menerima dari Syekh KH. Muslih bin Abdurrahman, beliau dari Syekh KH. Abdurrahman Menur, beliau dari Syekh KH.Ibrohim Al Brumbungi, beliau dari Syekh KH Abdul Karim Al Bantani. Syekh Abdul Karim dari Syekh Ahmad Khatib as Sambasi, beliau dari Syekh Syamsuddin, dari Syekh Murod, dari Syekh Abdul Fattah, dari Syekh Usman, dari Syekh Abdurrahim, dari Syekh Abu bakar, dari Syekh Yahya, dari Hisyamuddin, dari Syekh Waliyuddin, Syek Nuruddin, dari Syekh Syarifuddin, dari Syekh Syamsuddin. Beliau dari Syekh Hattaq, dari Syekh Abdul Aziz, dari Syekh Abdul Qodir Jaelani, dari Syekh Abu Sa'id Al Mubarok Al Majzumi, dari Syekh Abdul Hasan Ali Al Karokhi, dari Syekh Abul Farraj Al Turtusi, dari Abdul Wahid Al Tamimi, dari Abu Bakar Al Syibli, dari Syekh Abu Qasim Junaedi Al Baghdadi, dari Syekh Sarri Al Saqathi, dari Syekh Ma'ruf Al Karokhi, dari Sayyid Ali bin Musa Al Ridlo, beliau dari Sayyid Musa Al Kadhim, dari Sayyid Ja'far as Shadiq, dari Sayyid Muhammad Al Baqir, dari Sayyid Zainal Abidin, dari Sayyidina Husain bin Ali, dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib, dari Sayyidina wa Nabiyuna Muhammad Saw, dari Malaikat Jibril as, dari Allah Rabbil'aalamiin.


Baarokallaah lii wa lakum wa lii saairil muslimiin. Walhamdu lillaahi robbil'aalamiin.



Comment

Maaf! fitur comment untuk sementaraini belum di izin kan